Pengaruh tata bahasa Inggris

English learning Beberapa waktu yang lalu, Dr. Timothy Hassall, pengajar bahasa Indonesia di Universitas Nasional Australia, Canberra, menulis suatu artikel berjudul English is Changing The Grammar Of Indonesian di situs Bahasa Kita. Artikel dalam bahasa Inggris ini menjabarkan beberapa contoh perubahan dalam tata bahasa Indonesia yang timbul karena pengaruh bahasa Inggris: (1) kata kerja di awal kalimat, (2) kata “adalah” dan “suatu/seorang”, (3) struktur aktif pada klausa objek, (4) bentuk jamak, dan (5) kata ganti orang ketiga untuk objek.

Saya mencoba menyarikan pokok-pokok pikirannya di dalam tulisan ini dengan menambah satu kasus tambahan, yaitu penggunaan “di mana”. Setiap kasus akan diawali dengan serangkai contoh yang diberi kode A (struktur bahasa Inggris), B (terjemahan bahasa Indonesia yang terpengaruh bahasa Inggris), dan C (terjemahan bahasa Indonesia yang lazim).

Kasus 1: Kata kerja di awal kalimat

1.A: Talking in front of journalists yesterday, he explained …

1.B: Berbicara di depan wartawan kemarin, ia menjelaskan …

1.C: Ia berbicara di depan wartawan dan menjelaskan …

Struktur kalimat bahasa Indonesia biasanya mengikuti pola SPOK (subjek-predikat-objek-keterangan). Kata kerja berfungsi sebagai predikat yang menerangkan dan diletakkan setelah subjek. Pengaruh struktur kalimat majemuk bahasa Inggris seperti kalimat 1.A di atas membuat belakangan banyak ditemui kalimat bahasa Indonesia seperti kalimat 1.B, alih-alih struktur galib seperti kalimat 1.C.

Kasus 2: Kata “adalah” dan “suatu/seorang”

2.A: I am a typist at …

2.B: Saya adalah seorang juru ketik di …

2.C: Saya juru ketik di …

Tata bahasa Inggris mengharuskan penggunaan kopula seperti dalam kalimat 2.A. Kalimat ini sering diterjemahkan menjadi kalimat 2.B, padahal kalimat 2.C sudah memenuhi kaidah minimum S-P dalam tata bahasa Indonesia. Kata “adalah” (dari is) dan “seorang” (dari a) dalam kalimat tersebut sebenarnya tidak diperlukan.

Kasus 3: Klausa objek

3.A: A song which I once heard.

3.B: Lagu yang saya pernah dengar.

3.C: Lagu yang pernah saya dengar.

Kalimat seperti kalimat 3.B sering digunakan sebagai terjemahan dari kalimat 3.A karena mengikuti persis struktur teks sumber. Dalam tata bahasa Indonesia, bentuk kalimat 3.C sebenarnya lebih sesuai. Perhatikan proses pembalikan urutan kata keterangan dan kata benda pelaku pada klausa objek dalam contoh tersebut.

Kasus 4: Bentuk jamak

4.A: many countries

4.B: banyak negara-negara

4.C: banyak negara

Bahasa Inggris menandai kata benda sebagai plural jika merujuk lebih dari satu. Biasanya ini dilakukan dengan menambahkan “-s” di akhir kata dasar. Bahasa Indonesia tidak menggunakan penandaan seperti ini, melainkan menggunakan kata tambahan (seperti banyak, beberapa, ratusan ribu, para, dll.) atau kata ulang untuk memberi makna jamak.

Pengaruh bahasa Inggris membuat orang mengubah semua bentuk plural bahasa Inggris menjadi kata ulang bahasa Indonesia sambil tetap menggunakan kata penanda jamak. Pada contoh di atas terlihat bahwa bentuk 4.A diterjemahkan menjadi 4.B, padahal bentuk 4.C sudah cukup.

Kasus 5: Kata ganti orang ketiga

5.A: Now its name is the Pusat Bahasa. It doesn’t only …

5.B: Kini namanya Pusat Bahasa. Dia tidak hanya …

5.C: Kini namanya Pusat Bahasa. Lembaga itu tidak hanya …

Dalam bahasa Inggris, “it” seperti pada nomor 5.A digunakan sebagai kata ganti objek selain manusia. Bahasa Indonesia tidak memiliki pengganti sepadan karena “dia” dan “ia” hanya digunakan untuk manusia (5.B). Harus dicari suatu cara lain untuk menyampaikan makna “it” seperti yang tampak pada nomor 5.C.

Jika melihat entri kata “ia” pada KBBI, makna keduanya adalah “benda yang dibicarakan.” Jadi sebenarnya, struktur 5.B dapat saja digunakan dengan mengganti kata “dia” dengan “ia”.

Kasus 6: “Di mana” sebagai kata sambung

6.A: In the country where they work …

6.B: Pada negara di mana mereka bekerja …

6.C: Pada negara tempat mereka bekerja …

Pembahasan tentang hal ini sudah pernah saya tuliskan. “Di mana” digunakan sebagai padanan kata sambung “where”. Bahasa Indonesia tidak mengenal fungsi “di mana” sebagai konjungsi. Sebagai penggantinya, dapat digunakan kata tempat, sebagai, yang, dan, dengan, atau kata lain tergantung pada konteks kalimatnya. Dalam beberapa kasus, di mana bahkan dapat dihilangkan dari kalimat.

Penutup

Dr. Hassall beranggapan bahwa membanjirnya penerjemahan naskah seperti berita dan buku menjadi salah satu penyebab timbulnya berbagai kasus tersebut. Penerjemah yang tidak berhati-hati dan kurang pengetahuan tata bahasa Indonesianya akan lebih memilih menyesuaikan terjemahan dengan struktur bahasa sumber meskipun ternyata kurang sesuai dengan struktur bahasa sasaran.

Bahasa memang dinamis dan bisa berubah sesuai dengan konsensus para penggunanya. Tapi jika sudah ada aturannya, jangan pula dipaksa harus diubah hanya karena belum paham aturan tersebut. Belajarlah tata bahasa kita sendiri.

Sumber ilustrasi gambar: fedeshk.wordpress.com.

14 tanggapan untuk “Pengaruh tata bahasa Inggris

  1. Wah, tak terasa dan tanpa sadar, bahasa Indonesia saya banyak terpengaruh. Bertambah banyak yang harus saya pelajari dalam berbaasa Indonesia

  2. Mungkin tidak semua kasus di atas disebabkan karena pengaruh bahasa Inggris. Atau setidaknya, bukan baru-baru ini saja.

    Waktu SD atau SMP, saya ingat guru bahasa Indonesia mengajarkan pola-pola kalimat seperti contoh kasus nomor 1. Kalimat
    “Berbicara di depan wartawan kemarin, ia menjelaskan…” sebetulnya berasal dari
    “Ia berbicara di depan wartawan kemarin. Ia menjelaskan …”
    Ketika digabung, salah satu subject nya meluruh. Saya lupa apa istilahnya apa. Kalau tidak salah ini ada di buku teks SD atau SMP. Atau guru saya yang salah?

    Kemudian kasus nomor 3
    Entah pengaruh dari bahasa mana, sepertinya orang Indonesia timur suka bilang
    “Lagu itu beta pernah dengar”… 😀

  3. Dengan lingkungan yang sama sekali tidak mendidik orang untuk berbahasa Indonesia dengan struktur yang benar, adalah sulit mempelajari dan mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari. Adanya tingkat bahasa yang berbeda, yaitu bahasa formal, non-formal, serta bahasa gaul menjadikan hal-hal seperti ini hanya hidup di tingkat akademisi saja.

  4. Tak heran hasil UNAS Bahasa Indonesia tingkat SMA tahun ini jelek sekali. Seharusnya hal-hal seperti ini diajarkan juga di SMA agar anak didik jadi bijak berbahasa Indonesia, dan mengerti bahasa Inggris dengan baik.

  5. Tulisan ini membuat saya introspeksi diri, apakah selama ini saya sudah menggunakan bahasa saya sendiri dengan baik dan benar. Terima kasih sudah berbagi ilmu dengan menuliskannya. Salam kenal. 🙂

  6. Saya berlangganan blog anda menggunakan Google Reader. Terimakasih untuk saudara @IvanLanin yang mau berbagi ilmunya tentang berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
    Semoga tetap istikomah.

  7. Sampai sekarang saya masih penasaran mengapa kata benda seperti “guru” dalam kalimat “Saya guru” dianggap sebagai predikat? Kenapa tidak sebagai obyek walau mungkin kalau dianalisis jadi aneh karena polanya disebut ‘S-O’ bukan ‘S-P’?

    Bukankah kalimat ‘Saya guru’ sebenarnya secara implisit mengisyaratkan keberadaan kata ‘adalah’ hanya bisa dihilangkan agar kalimat menjadi lebih efisien?

  8. Hassall mungkin kejar tenggat sehinga dia lupa bahwa di segala bahasa ada yang namanya pengharkatan (tenaga atau energi) penuturan. Dalam bahasa lisan pengharkatan dapat dilakukan dengan lagu kalimat, tekanan suara, bahkan kalau perlu dengan gerak-gerik anggota tubuh. Semua ini tidak ada dalam bahasa tulisan. Sebagai pengganti, pengharkatan dapat dilakukan dengan tanda baca, pembedaan jenis huruf, penjarangan huruf-huruf bagian yang diharkatkan yang zaman komputer sekarang semakin memudahkan penulis untuk memberi pengharkatan ini. Begitu pun, belum cukup!

    Pengharkatan dapat dibantu dengan pengacakan kedudukan dari yang lazim. Pada umumnya bagian depan sebuah kalimat mempunyai energi yang paling besar, disusul dengan bagian tengah, dan bagian buntut paling loyo. Oleh sebab itu DEMI PENGHARKATAN pola S/P dapat diubah menjadi P/S pembalikan mana (kalo boleh ngingris dikit) disebut inversi (Disuruh pulang, ya pulang donk!). Bisa juga dengan aposisi yakni kalimat yang P-nya berupa kalimat (Ada seorang penyanyi, yang tidak perlu disebut namanya, baru-baru ini bermasalah dengan …). Pengharkatan dengan penggeseran ke depan (prolepsis) dilakukan dengan menggeser satu kata ke depan kalimat (Dia BELUM pernah berususan dengan polisi –> BELUM pernah dia …; hanya dengan semangat menjunjung tinggi bahasa sendiri baru kita …; dll.)
    Pengharkatan juga dapat dilakukan dengan penyisipan kalimat pengganggu yaitu dengan penyisipan (yang sering di luar konteks kalimat) yang biasa diapit oleh tanda sengkang panjang atau dengan pengasingan (berupa frasa atau anak kalimat yang diapit oleh tanda koma atau titik-kom) atau dengan seruan (Sodara sekalian, kita …).

    Hassall benar dalam hal kalimat ala Parto, “yang mana daripada pergi lebih mana daripada.” Bahkan, perhatikan, harian Kompas sudah men”di mana”kan semua daripada wherein, while, when, dll. Apaboleh buat selama 32 tahun (satu generasi) bumi Nusantara telah dicekoki kalimat “atas petunjuk daripada Presiden yang mana beliau mengatakan bahwa daripada keadaan sekitar kita dapat mengambil manfaat yang bagus kepada Negeri daripada kita yang mana sangat kita cintai lebih daripada. . .). Untuk pengikisan ini mungkin perlu waktu dua atau tiga generasi mengingat setelah lebih daripada 64 tahun daripada kemerdekaan RI kita masih sering mendengar sisa-sisa istilah daripada bahasa penjajah daripada RI yang mana antara lain “ike: dan “jej”(?).

    Daripada saya,

    Zul

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s