Anda

Eureka! Demikian sorak saya dalam hati sewaktu menemukan artikel mengenai T-V distinction (pembedaan T-V) di Wikipedia bahasa Inggris. Artikel ini secara ilmiah menjawab dua pertanyaan saya, dan mungkin juga pertanyaan sebagian besar penutur bahasa Indonesia, tentang kata “Anda”: (1) mengapa ada pembedaan antara sapaan orang kedua formal dengan informal? (2) mengapa huruf “A” pada kata itu ditulis dengan huruf kapital?

Sejarah pembentukan kata “Anda” yang dipopulerkan oleh Pak Rosihan Anwar ini telah diuraikan oleh Pak ABS di milis Bahtera pada akhir tahun 2009. Menurut Pak ABS–yang mengenal Pak Rosihan secara pribadi dan mengikuti proses kemunculan kata “Anda” di koran Pedoman pada tahun 1958–kata ini lahir dari kata “andika“, sapaan hormat orang kedua; Tuanku. Bahwa kata ini diusulkan oleh seorang mayor penerbang dari Palembang atau berasal dari nama seorang penyanyi barangkali saja benar, tetapi kita butuh fakta sejarah autentik untuk membuktikan hal tersebut. Mengapa kata ini yang dipilih dan bukan kata yang lain? Saya pikir alasannya adalah semata pilihan sang pencipta kata yang kemudian diiakan oleh para penutur bahasa (pada zaman itu). Yang ingin saya uraikan di sini adalah jawaban dari dua pertanyaan pada alinea pembuka.

Istilah “pembedaan T-V” dicetuskan oleh R. Brown dan A. Gilman dalam makalah The Pronouns of Power and Solidarity (1960). Istilah ini merujuk kepada fenomena pembedaan kata ganti orang kedua informal T (dari bahasa Latin tu) dan formal V (dari bahasa Latin vos) yang ditemukan dalam beberapa bahasa Eropa. Bahasa Latin pada awalnya hanya mengenal kata tu (tunggal) sebagai kata ganti orang kedua. Kata jamak vos mulai digunakan pada sekitar abad ke-4 untuk merujuk kepada kaisar Romawi, mungkin karena (1) pada saat itu ada dua kaisar, yaitu di Barat dan di Timur, atau (2) bentuk jamak merupakan metafora kekuasaan: kaisar merupakan perwujudan seluruh rakyatnya dan dapat berbicara mewakili mereka.

Pengaruh pola pembedaan T-V dalam bahasa Latin ini meluas ke dalam berbagai bahasa Eropa lain seperti Belanda (jij/je/jou dan u/U), Italia (tu dan Lei), Jerman (du dan Ihr/Sie), Prancis (tu dan vous), dan Spanyol ( dan vos/usted). Kalau diperhatikan, beberapa bahasa, seperti Belanda dan Jerman, mengawali kata ganti kedua formal mereka dengan huruf kapital. Tulisan Brown-Gilman tidak menjelaskan alasannya. Saya duga ini hanya sekadar konsensus bahasa, meskipun mungkin juga karena penggunaan huruf kapital dianggap lebih melambangkan keformalan. Perlu rujukan tambahan untuk mencari alasan penggunaan huruf kapital ini.

Dalam daftar pada laman Wikipedia kita lihat bahwa pembedaan T-V ternyata tidak hanya ditemukan dalam bahasa-bahasa Eropa. Paling tidak ada 35 bahasa, termasuk Indonesia dan Malaysia, yang menerapkan pola ini.

Pola pembedaan kata ganti orang kedua informal dan formal adalah pola yang cukup umum ditemukan dalam sosiolinguistik.

Seperti banyak kata lain dalam bahasa Indonesia, saya pikir pembentukan kata “Anda” terpengaruh oleh pola bahasa Belanda jij dan U yang mengikuti pola pembedaan T-V ini. Dalam komunikasi pribadi melalui surel, Pak Stephen Suleeman mengatakan bahwa pembentukan kata ini adalah suatu bentuk formalisasi atau feodalisasi bahasa yang memang lazim terjadi pada masa itu. Bisa jadi. Yang jelas, saya sudah menemukan rujukan ilmiah pola penggunaan dan penulisan “Anda”. Satu lagi misteri bahasa Indonesia terpecahkan!

Eureka!

Sumber gambar: chemistryland

22 tanggapan untuk “Anda

  1. Hmm, bahasan yang menarik. Terimakasih. 🙂

    Sebenarnya ada berapa banyak sih kata sapaan orang kedua (baik formal dan informal) dalam bahasa Indonesia?

  2. ah! kirain untuk penghormatan doang makanya pake huruf besar, Om.
    sekarang aku tahuuu!!!

    ps. agak-agak rikuh yaaa komeng di tempat om-om glossophilia, nggak bisa ngetik sembarangan. hihi.

  3. Dalam bahasa Jerman ada kata “du” untuk “kamu” dan “Sie” bentuk hormat untuk “anda”, dan selalu menggunakan kata kerja dalam bentuk jamak, walaupun orangnya cuma satu. Ini mirip dengan penggunaan kata “kami” dalam bentuk hormat ketika kata itu digunakan untuk raja.

    “Sie” digunakan sehari-hari dalam percakapan formal maupun tulisan formal. Sementara itu, kata “du” digunakan dalam percakapan sehari-hari. Dalam surat-menyurat kata “du” juga bisa digunakan untuk orangtua, namun di sini harus digunakan huruf besar, sehingga ditulis menjadi “Du” (dan bentukan lainnya, “Dich” utk akusatif, “Dir” utk datif, dan “Deine” utk posesif.

    Dalam bahasa Belanda ada kata “je” dan “U”. Penggunaannya mirip dengan bahasa Jerman. “U” ditulis dengan huruf besar, begitu pula dalam bentuk posesifnya “Uw”. Namun yang menarik baru-baru ini saya membaca bahwa di Belanda kata “U” dan “Uw” sudah ditinggalkan dan diganti menjadi “je” dan “jij” (untuk posesif). Dengan kata lain, terjadi informalisasi dlm bhs Belanda.

    Dalam bahasa Spanyol ada kata “tu” dan “vos” untuk kata ganti orang kedua tunggal. Namun di Spanyol bentuk “vos” sudah ditinggalkan dan digantikan dengan “tu” saja. Ada kata lain yang menggantikan “vos” dlm bahasa Spanyol, yatiu “Usted”, yang sebetulnya merupakan singkatan dari kata “Vuestra merced” atau “Your Mercy” dalam bahasa Inggris. Dalam beberapa buku lama saya menemukan kata “Usted” disingkat menjadi “Vd”. Ketika saya tanyakan kepada teman saya, bagaimana membaca kata ini, dia bilang, itu ucapannya “Usted”. Jadi, “vos” yang disebut Kang Ivan sudah melenyap di sejumlah negara Hispanik, kecuali di Argentina (dan kalau tidak salah juga di Chile dan Uruguay).

    Menariknya, kata “ustedes” – bentuk jamak – juga digunakan untuk “Saudara-Saudara”.

    Pertanyaannya, mengapa bahasa Indonesia menggunakan kapital untuk kata “anda”? Mulanya yg dikapitalisasikan adalah kata “saudara” untuk membedakan antara “you” dengan “relative”. Coba periksa notulen BPKPKI, misalnya, yang menggunakan huruf kecil untuk kata itu.

    Belakangan, kata “anda” pun dikapitalisasikan, seolah-olah dikenakan formalisasi. Padahal sebelum tahun 1990an kata itu masih ditulis dengan huruf kecil. Saya mempertanyakan ini, karena sama sekali tidak perlu. Tidak ada penggunaan lain dari kata “anda” selain sebagai bentuk hormat untuk “kamu”.

    1. Terima kasih atas pemaparannya, Pak. Saya masih mencoba mencari tulisan antara tahun 1958 sampai 1990-an untuk melihat bagaimana penulisan “Anda” saat itu.

    2. perspektif Asia:
      Bahasa Jepang (menurut guru saya) tak mengenal kata ganti ke-2 bentuk sopan. Umumnya digunakan nama dan …-san (Bapak/Ibu/Saudara/Saudari), atau …-chan (untuk anak-anak). Ini diterapkan oleh dosen saya dulu yang menolak dipanggil “Anda” (dengan huruf kapital sekalipun) dalam komunikasi tertulis.

      Bahasa-bahasa daerah di Indonesia menggunakan nama anggota keluarga (e.g. Bapa/Ibu, Mas/Mbak, Akang/Teteh) sebagai kata ganti ke-2 bentuk sopan.
      Repotnya bentuk sopan dan tidak sopan membedakan nomina maupun verbanya (bukan hanya mengalami perubahan bentuk. E.g. Bahasa Jawa kromo vs. ngoko, Sunda lemes vs. kasar: Untuk nama anggota tubuh misalnya dibedakan antara bentuk sopan, bentuk biasa untuk diri sendiri, dan bentuk biasa untuk orang lain.)

  4. Kata ganti orang kedua yang lain banyak, tapi tidak formal, seperti lu, situ, Mas, Mbak, dll. Contoh, “Mas, ini bukunya Mas ya?” Ungkapan ini dianggap lebih menghormati daripada “Mas, ini bukunya situ ya?”

  5. Di paragraf 2, baris 7, tertulis ‘autentik’ yang (setahu saya) berasal dari bahasa Inggris ‘authentic’, sementara di penerjemahan kata-kata lain, kata ‘au’ diubah jadi ‘o’ seperti automatic menjadi otomatis, atau (seingat saya) di harian Kompas pernah ada telaah berjudul “Ekonomi Otopilot” yang tentu dari kata Inggris ‘autopilot’. Sebenarnya mana yang tepat, mohon pencerahannya.

  6. Oto- dan auto- ini memang merupakan salah satu masalah dalam bahasa kita. Pedoman Umum Pembentukan Istilah butir II.4.2.2 menyatakan bahwa bentuk “auto-” dari bahasa asing tidak diubah saat diserap. Namun, ada beberapa kata yang sudah “telanjur” diserap sebagai “oto-” sebelum pedoman tersebut dibakukan, misalnya otomatis, otomotif, dan otonomi. Daftar lengkapnya dapat ditelusuri di sini. Kata-kata serapan baru insya Allah akan patuh kepada kaidah yang saya sebut tadi: tetap menggunakan “auto-“.

  7. Dulunya saya pikir karena EYD pasal I bagian F butir 15 (tentang penggunaan kata “Anda”) disebabkan karena kata itu selalu ditemui dalam penyapaan atau pengacuan, sehingga mengikuti kaidah butir sebelumnya (F 16). Informasi ini sudah saya masukkan ke Wiktionary (http://id.wiktionary.org/wiki/Anda). Salam.

  8. Dalam bahasa Arab juga dibedakan antara “anta” (tunggal) dan “antum” (jamak). Kata antum lebih sering digunakan untuk merujuk pada orang kedua tunggal yang kita hormati atau dalam situasi formal. Dulu waktu sering bergaul sama anak-anak tarbiyah mereka sering menggunakan kata “antum” bukan “anta” atau “ente” yang lebih santai.

    Eh, tapi apa kata Anda ada kaitannya dengan kata “anta”?

    1. Yang dipertanyakan dalam artikel ini kan huruf besar pada kata “Anda” itu, pak 🙂 sementara contoh Anda (nah!) tampaknya mengomentari etimologi kata “Anda” itu.

  9. pertanyaannya wajarkah kata ganti anda di berikan kepada bayi yang baru lahir atau anak tk ? dan sd ? atau anak yang masih berusia satu tahun ? contoh “Dek kalo sudah besar cita cita anda apa ?”
    bukankah sebaiknya “kalo udah besar kamu atau citacitamu mau jadi apa ?” pernahkah kita ngomong sama abak yang masih satu tahun dengab cara “sudah malam, besok anda sekolah ?” rancu mas, trims

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s