Jika, maka

Sebagai pemrogram komputer, saya sangat familier dengan pasangan if-then, yang dalam bahasa Indonesia biasa diterjemahkan menjadi pasangan jika-maka. Pasangan ini merupakan salah satu dari pernyataan bersyarat (conditional statement) yang dipakai oleh bahasa pemrograman untuk mengatur alur logika program. Sebagai pasangan, keduanya tentu saja harus ditulis bersama, meskipun ada beberapa bahasa pemrograman yang menghilangkan pernyataan eksplisit then dalam kode programnya.

Dalam bahasa Indonesia, kata jika dan maka adalah kata sambung, atau konjungsi, yang dipakai untuk menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat pada kalimat majemuk bertingkat. Pada kalimat jenis ini, anak kalimat berisi gagasan penjelas dan didahului oleh kata sambung, sedangkan induk kalimat berisi gagasan utama tanpa didahului oleh kata sambung. Pasangan jikamaka tidak boleh digunakan sekaligus dalam satu kalimat majemuk bertingkat. Kaidah “pencerai” pasangan ini secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut:

Jangan gunakan dua kata sambung sekaligus dalam kalimat majemuk bertingkat karena akan menimbulkan ketaksaan gagasan.

Agar lebih jelas, mari kita ambil contoh kalimat “Saya senang jika ada sambungan internet.” Pada kalimat tersebut, unsur “saya senang” adalah induk kalimat, sedangkan “jika ada sambungan internet” adalah anak kalimat yang menandai syarat. Struktur kalimat majemuk bertingkat dapat dibalik dengan meletakkan anak kalimat di depan induk kalimat dengan dipisah oleh tanda koma: “Jika ada sambungan internet, saya senang.” Nah, struktur inilah yang kerap menimbulkan kesalahan. Konsep pasangan jika-maka acap membuat orang menulis kalimat seperti ini dengan menggunakan jika dan maka sekaligus: “Jika ada sambungan internet, maka saya senang.” Penulisan macam ini malah membuat kalimat tersebut kehilangan induk kalimat (gagasan utama) karena kedua unsurnya merupakan anak kalimat. Ingat bahwa ciri anak kalimat adalah didahului oleh kata sambung?

Selain pasangan jikamaka, pasangan kata sambung lain yang juga sering (salah) digunakan sekaligus antara lain adalah meskipuntetapi, walaupunnamun, dan karenamaka. Ironisnya, contoh penggunaan kata maka dalam KBBI III pun salah. Coba perhatikan contoh tersebut:

Karena saya tidak dapat mengetik dengan baik, maka surat undangan itu saya tulis saja.

Ada yang bisa membetulkan contoh dalam KBBI III itu?

Rujukan:

Sumber gambar: findthepieces.com

29 tanggapan untuk “Jika, maka

  1. Wow, baru tahu saya. Semula saya justru menyangka kedua kata tersebut dapat dipasangkan dalam satu kalimat. Berarti contoh kalimat di bawah ini kurang tepat, ya?

    Jika tidak hujan, maka nanti sore saya akan ke rumahmu.

    Berarti kalimat yang benar seperti ini:

    Jika tidak hujan, nanti sore saya akan ke rumahmu.
    atau
    Nanti sore saya akan ke rumahmu jika tidak hujan.

    Ternyata masih banyak kaidah yang terlewatkan.

  2. Salam kenal Pak Ivan,
    Tulisan ini sangat menyita perhatian saya, ketika saya membaca judul lalu isinya.
    Ekspresi pertama adalah kaget, karena selama ini di matematika saya mengenal jika-maka dalam logika matematika ataupun dari pemrograman seperti yang sudah dipaparkan sebagian di atas.

    Berbagai literatur matematika, yang bersumber dari dalam dan luar negeri, selama ini menggunakan jika-maka pada suatu kalimat yang menjelaskan impikasi, sebab-akibat.

    Contoh: “Jika hari sedang hujan, maka saya membawa payung”.

    Dari literatur yang selama ini saya pelajari, pada kalimat tersebut “hari sedang hujan” adalah sebuah sebab yang menjadi ‘syarat cukup’ untuk terjadinya akibat “saya membawa payung” yang menjadi ‘syarat perlu’.

    Artinya dengan asumsi bahwa kalimat di atas benar (valid), maka “hari sedang hujan” akan mengakibatkan terjadinya “saya membawa payung”, namun belum tentu berlaku sebaliknya.
    Nah, saat ini semua buku teks di luar dan dalam negeri dan saya yakin seluruh siswa sekolah di negeri ini pasti sudah pernah dan sering melihat jika-maka yang terletak dalam satu kalimat semacam itu.

    Lalu bagaimana kalimat yang seharusnya jika memang ‘kekeliruan’ yang selama ini dilakukan dalam literatur matematika tidak sesuai dengan tata bahasa (Indonesia) yang seharusnya. Dan apakah ini juga berlaku untuk kalimat yang mengandung if-then dalam bahasa Inggris?
    Apakah dengan “Jika hari sedang hujan, saya membawa payung” saja sebetulnya sudah cukup menjelaskan hubungan sebab-akibat yang berlaku selama ini? Tanpa kata “maka”.
    Tentunya jika hal ini perlu diluruskan, akan ada banyak revisi dalam buku matematika baik literatur dari dalam negeri, terlebih di luar negeri.

    Terima kasih atas jawabannya.

    Onggo

    1. Salam kenal juga, Mas Onggo.

      Seperti telah saya jelaskan pada awal tulisan ini, saya lebih dulu belajar logika daripada bahasa. Saya juga kaget sewaktu pertama kali mengetahui kaidah bahasa yang bertentangan dengan apa yang telah saya pelajari dalam ilmu mantik ini.

      Simpulan saya adalah bahwa bahasa alamiah (manusia) dan bahasa matematika (logika) memiliki perbedaan penekanan. Bahasa alamiah menekankan kepada kepaduan gagasan yang ingin disampaikan, sedangkan bahasa matematika menekankan kepada pertalian logika dan keeksplisitan aturan. Saya pikir perbedaan kaidah antara dua ranah yang berbeda sah-sah saja terjadi dan tidak perlu mengoreksi buku-buku matematika karena ranahnya memang berbeda.

      Saya lihat bahasa Inggris pun tampaknya memiliki aturan sendiri tentang bagaimana menggunakan “if” bersama “then” dalam satu kalimat. Mohon lihat contoh-contoh kalimat di http://en.wikipedia.org/wiki/Conditional_sentence.

      Demikian pendapat saya. Semoga dapat diterima dan terima kasih atas komentar yang sangat kritis ini.

      1. Perbedaan antara bahasa Inggris dan Indonesia dalam kasus ini mudah untuk dijelaskan.

        1. Dalam bahasa Inggris “if” adalah subordinating conjunction yang menandai anak kalimat, sedangkan “then” dalam induk kalimat adalah adverbia. Menaruh adverbia dalam induk kalimat sifatnya manasuka: dipakai boleh, tidak dipakai pun boleh juga.

        2. Kategori ini jelas berbeda dengan bahasa Indonesia: baik “jika” maupun “maka” merupakan konjungsi, yang artinya mereka berdua tidak boleh muncul dalam satu kalimat yang sama.

        Jadi, kekagetan itu bersumber dari kesalahan asumsi bahwa kelas kata “if” dan “then” pasti sama dengan “jika” dan “maka”. Tidak ada urusannya dengan terminologi matematika, karena ekspresi logika dalam matematika juga diungkapkan melalui bahasa.

    2. Kalau yang disampaikan oleh Mad Ivan bahwa bahasa manusia itu menekankan akan kepaduan penyampaian gagasan. Sedang bahasa matematika atau logika menekankan akan pengaitan logika secara eksplisit. Apakah secara komprehensif dapat kita simpulkan kalau bahasa manusia itu lebih menjunjung estetika, sedangkan bahasa logika lebih menjunjung keabsolutan yang stabil?

    1. Silakan baca tanggapan saya untuk Mas Onggo di atas. Dalam ranah matematika/logika, kita tetap saja menggunakan “jika-maka” karena ranah ini memerlukan pertalian sebab-akibat yang eksplisit.

  3. Bung Ivan, ini catatan dari guru matematika:
    “Didlm logika matematika,pernyataan akan salah klw jika(benar)maka(salah)..contoh:p:saya sehat;..q:pergi kesekolah..nah1.jika saya sehat maka saya pergi ksklah(B)2.jika saya sehat maka sy. Tdk pergi ksklh(S)3.jika saya tdak sehat maka sy pergi ksklah(B)4.jika sy tdk sehat maka sy tdk pergi ksklah(B)..jd jika maka dlm logika math bs digunakan,bhkn jika dan hanya jika itu bs dignkan bersma.”

    1. Ini salin rekat jawaban saya di FB yang kurang lebih selaras dengan tanggapan saya terhadap Mas Onggo di atas, Pak:

      Menurut saya perbedaan itu muncul karena ranah bahasa alamiah (manusia) dan bahasa matematika (atau bahasa komputer bagi saya) memiliki kaidah yang berbeda, Pak. Sama seperti berbagai bahasa pemrograman memiliki berbagai cara pernyataan bersyarat: ada yang eksplisit dan ada yang tidak. Mantik menekankan kepada pertalian spesifik sebab-akibat sedangkan bahasa menekankan kepada kepaduan gagasan. Itu simpulan yang saya ambil setelah terheran-heran sendiri dengan kaidah bahasa yang (awalnya) tak masuk di akal matematika saya.

  4. Karena saya baru baca sekarang, komentar telat semoga dimaafkan. Selain jika-maka, ada lagi penggunaan “dimana”/”di mana” sebagai konjungsi yang kebablasan. Ini sepertinya sebagai akibat tidak populernya kaidah sintaksis bahasa Indonesia di kalangan penggunanya. Kita selalu ribut mengenai kosa kata dan medan maknanya, tetapi tata kalimat kurang diperhatikan.

    Sintaksis memang memerlukan kemampuan nalar yang “lebih tinggi” dan bagi banyak orang Indonesia bernalar adalah pekerjaan sia-sia (yang penting ngerti).

  5. Saya juga sedang belajar penulisan bahasa yang benar, sebagai tuntutan pekerjaan. Saya membanding-bandingkan sumber di google, sepertinya masih ada versi lama, versi lama dengan pola “if … then …”.

    toptenptc.com

  6. Wah, tulisan Mas menarik dan lumayan membantu! Saya sering harus ngedit naskah berbahasa Indonesia (which isn’t my domain), jadi sering “kepentok” sama masalah2 ketatabahasaan. Tapi, ga sia2 saya dapat guru bahasa Indonesia di SMP yang “killer” banget tapi bisa menjelaskan materi dengan baik, jadi yang dasar begini masih inget. Jadi, menghadapi teks formal bahasa Indonesia, bisa lah ngedit kalimat dengan baik dan benar. Tapi kalo nulis di media informal begini ya… “spoken language” aja. Hehehe.

    Kesalahan penggunaan “jika-maka” ini masih banyak saya temui. Jadi, sepertinya banyak orang Indonesia masih kurang bagus logika bahasanya ya. Sayang loh. Soalnya, logika bahasa Indonesia yang bagus juga membantu dalam pembelajaran bahasa asing (which is more my domain). Coba semua guru bahasa Indonesia di sekolah kayak guru “killer” saya itu ya… kan siswanya malu salah, jadi rajin belajar. Hehehe.

  7. Terima kasih Bung Ivan, argumen Anda benar.

    Pada KBBI, contoh kalimat untuk kata “Jika” sudah benar seperti berikut ini.

    * Jika hari tidak hujan, saya akan datang.
    * Intan itu jika terbenam di pelimbahan sekalipun intan itu tiada akan hilang cahayanya.

    Saya pun berpikir “jika-maka” harus ditulis eksplisit dalam sebuah pernyataan bersyarat. Tapi ternyata tidak begitu, bahkan dalam bahasa Inggris pun tidak demikian.

    Sekali lagi, terima kasih!

  8. Saya mendapatkan satu kalimat dari surat kabar seperti ini:
    Jika dana keistimewaan turun pada 2018, maka penataan pantai akan dilakukan paling cepat 2018, karena sebagian pendanaannya dari danais.

    Jika seperti itu, kalimat yang benar seharusnya bagaimana ya?

Tinggalkan komentar