Di dan pada

Sewaktu menyunting beberapa kandidat artikel pilihan dan bagus di Wikipedia bahasa Indonesia, saya menemukan bahwa salah satu kebingungan yang dialami oleh para kontributor adalah penggunaan kata depan “di” dan “pada”. Menurut buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., 2003, hlm. 295), preposisi “di” adalah penanda hubungan tempat, sedangkan “pada” adalah penanda hubungan waktu. Kesalahan umum yang sering dilakukan adalah penggunaan “di” di depan kata penunjuk waktu seperti “di tahun”, “di masa”, “di abad”, dll. Sesuai dengan peran semantisnya, seharusnya di depan kata penunjuk waktu digunakan kata depan “pada”: “pada tahun”, “pada masa”, “pada abad”, dll.

Buku Tatabahasa Indonesia (Keraf, 1984, hlm. 81) menjelaskan lebih lanjut bahwa kata depan di, ke, dan dari digunakan hanya untuk kata-kata yang menyatakan tempat atau sesuatu yang dianggap tempat. Bagi kata-kata yang menyatakan orang, nama orang, nama binatang, nama waktu, atau kiasan dipergunakan kata pada untuk menggantikan di atau kata depan lain yang digabungkan dengan pada, seperti daripada dan kepada. Sumber daring cukup sahih yang juga membenarkan hal ini adalah artikel di situs web Balai Bahasa Jateng.

Kebingungan ini mungkin disebabkan oleh aturan penggunaan kata depan penunjuk tempat dan waktu yang beragam dalam bahasa Inggris. On, in, dan at memang dapat digunakan sebagai penunjuk waktu dan tempat sesuai dengan konteks masing-masing. Dalam hal ini, aturan kata depan bahasa Indonesia sebenarnya lebih mudah: di digunakan untuk tempat; pada digunakan untuk selain tempat.

Beberapa contoh penggunaan lain yang tidak tepat:

  • Buku itu ada di saya (seharusnya … pada saya)
  • Di kesempatan ini, izinkan saya … (seharusnya Pada kesempatan …)
  • Berikan buku itu ke saya (seharusnya … kepada saya)

Sambil lalu, istilah preposition (bahasa Inggris) yang menjadi sumber serapan muradif kata depan, preposisi, (tampaknya) dibentuk dari awalan pre- dan position. Namun, mengapa serapannya tidak menjadi praposisi (a, bukan e) seperti halnya penyerapan prehistory menjadi prasejarah atau preschool menjadi prasekolah, ya?

21 tanggapan untuk “Di dan pada

  1. ‘Waktu’ itu bisa dibayangkan sebagai ‘tempat’ juga, lho, Mas Ivan. Bukankah kita sering membayangkan ‘waktu’ itu sebagai ‘perjalanan’? Itu mengapa kita punya frasa ‘perjalanan waktu’. Itu juga mengapa kita kerap bilang “dari hari ke hari”. Itu juga kenapa ada ungkapan “menuju tahun 2011”.

    Nah, ungkapan-ungkapan inilah yang aku kira tidak menjadi nala bagi penulis Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Dalam benak penutur, konsep ‘waktu’ dapat juga terbayang sebagai ‘tempat’. Kuncinya ada pada domain-semantik-abstrak ‘waktu sebagai perjalanan’. Dalam ‘perjalanan’ tentu ada ‘titik-singgah’. Dalam ‘perjalanan’ tentu kita (juga) sedang bicara ‘tempat’. Maka, frasa ‘penghujung abad ke-20’ adalah ‘penanda waktu’ dan juga ‘penanda tempat dalam perjalanan waktu’.

    Atas nalar dan nala inilah saya tidak menolak penggunaan ‘di’ sebagai kata-depan untuk keterangan waktu. 😉

    1. Seperti balasanku di FB, argumen bahwa waktu dapat dianggap sebagai tempat ini dapat aku terima. Memang sudah waktunya tata bahasa kita dibahas ulang oleh para ahli linguistik dengan memperhatikan berbagai perkembangan yang timbul dalam masyarakat.

    1. Frasa “di kala senja” aku perhatikan hanya muncul dalam ragam sastra. Tata bahasa formal tidak akan mampu banyak bicara di sana. Jika mau menggunakan ragam formal dengan aturan tata bahasa baku yang ada saat ini, lebih tepat gunakan “pada waktu senja”.

  2. Kepada Ivan Lanin yang pintar dan yang terhormat

    Terima kasih, keterangan tersebut sangat bermanfaat untuk saya dan WNI semua.

    Janganlah kita membiarkan orang2 Melayu di Malaysia, orang2 Melayu di Brunai dan orang2 Melayu di Singapura lebih mengerti bahasa Indonesia dari pada kita sebagai WNI; karena suku Melayu yang berada di Malaysia, Singapura dan Brunai berasal dari pulau Sumatra antara Palembang dan Riau

    Teruskanlah mencerdaskan bangsa Indonesia

    1. Mungkin analoginya sama dengan mengadaptasi “standardization” menjadi “standardisasi” sehingga “prepostion” diadaptasi menjadi “preposisi”. Pra dan pre merupakan bentuk-bentuk terikat yang berasal dari lingkungan berbeda (pra dari Sansekerta? dan pre dari Inggris?)

  3. Menurut saya, preposition tetap jadi preposisi karena emang udah jadi satu istilah yang ga bisa dipisah, walaupun seolah-olah berasal dari kata pre dan position. Anyway, makasih yaa tulisannya cukup membuka mata akan banyaknya kesalahan yg terjadi dlm penggunaan bahasa Indonesia. Tapi kalo dalam keadaan informal, menurut saya sah-sah aja kaidah bahasa Indonesia ga diperhatikan. Ga mungkin juga kita ngomong ke temen, “pada waktu istirahat tadi”. Hahahaha cukup menggelikan!

  4. di juga bisa disematkan pada kata kerja tidak hanya kata tempat; dipukul, ditendang, ditabok, ditampar, ditikam, dll perbedaannya ‘di’ pada kata kerja tanpa spasi sementara pada kata tempat dengan spasi. CMIIW

Tinggalkan komentar