Terima kasih

Sesuai dengan budaya kita, kata “terima kasih” merupakan salah satu kata yang cukup sering digunakan. KBBI mengelompokkan kata ini sebagai kata benda (nomina) dan memerikan maknanya sebagai “rasa syukur”. Kata ini adalah kata majemuk, atau kadang disebut gabungan kata, yang tersusun dari kata “terima” dan “kasih”. Kata “terima” hanya mengandung satu makna, yaitu “menyambut atau mendapat sesuatu”, sedangkan kata “kasih” merupakan homonim dengan dua makna: (1) perasaan sayang; (2) beri, memberi. Saya belum berhasil menemukan penjelasan tentang bagaimana kata majemuk ini terbentuk, namun saya duga makna “kasih” yang diambil adalah makna keduanya. Jadi, secara harfiah, kata majemuk (yang terkadang merupakan idiom atau ungkapan) ini dapat bermakna “menyambut pemberian”.

Pedoman EyD menyatakan bahwa unsur-unsur kata majemuk ditulis terpisah (dengan spasi), meskipun tanda hubung dapat digunakan untuk mempertegas pertalian di antara unsur-unsurnya.

Ada segelintir kata majemuk yang “dirasakan sudah padu benar” (menurut istilah pedoman tersebut) yang ditulis serangkai. Pedoman EyD tahun 1987 memberikan 47 contoh kata majemuk yang ditulis serangkai, sedangkan Pedoman EyD tahun 2009 mengagihkan 45 contoh. Meskipun contoh pada edisi 1987 lebih banyak daripada edisi 2009, tidak semua contoh yang ada pada edisi 2009 diambil dari edisi 1987; demikian pula sebaiknya. Secara total ada 52 “contoh” unik kata majemuk yang ditulis serangkai, yaitu:

acapkali; adakalanya; akhirulkalam; alhamdulillah; apalagi*; astagfirullah; bagaimana; barangkali; beasiswa; belasungkawa; bilamana; bismillah; bumiputra; daripada; darmabakti; darmasiswa; darmawisata; dukacita; halalbihalal; hulubalang; kacamata; kasatmata; kepada; keratabasa**; kilometer; manakala; manasuka; mangkubumi**; matahari; olahraga**; padahal; paramasastra**; peribahasa; perilaku*; puspawarna; radioaktif; saptamarga; saputangan; saripati; sebagaimana; sediakala; segitiga; sekalipun; silaturahmi**; sukacita; sukarela; sukaria; syahbandar; titimangsa**; waralaba*; wasalam**; wiraswata*.

Tanda * diberikan untuk contoh yang hanya ada dalam edisi 1987, sedangkan tanda ** untuk contoh yang hanya ada dalam edisi 2009. Saya tidak tahu mengapa ada perbedaan ini. Karena sekadar “contoh”, daftar ini bukan patokan mati dan sangat mungkin masih ada beberapa kata majemuk lain–peninggalan masa lalu–yang juga ditulis serangkai. Saya hanya berharap bahwa kata majemuk bentukan baru dapat lebih taat asas menerapkan kaidah keterpisahan penulisan kata majemuk, misalnya “basis data“, bukan “basisdata”.

Kata “terima kasih” adalah kata majemuk dan tidak termasuk ke dalam daftar kata majemuk yang ditulis serangkai. Karena itu, jangan sambung ia menjadi “terimakasih”. Terima kasih.

27 tanggapan untuk “Terima kasih

    1. Pola pembentukan singkatan (atau bentuk singkat) dalam bahasa Indonesia memang sangat banyak hingga agak sulit untuk diterangkan satu per satu. Saya pikir singkatan “trims” masih hanya dipakai dalam ragam percakapan. Untuk ragam itu, kita tidak perlu terlalu pusing memikirkan apakah suatu kata sudah sesuai dengan kaidah bahasa atau belum.

      1. Benar juga. Lagipula selama ini yang saya lihat dan baca, penulisan kata “terima kasih” yang disambung hanyalah karena salah ketik atau spasi tidak sengaja ketinggalan. Saya pikir juga, yang mungkin perlu dipikirkan adalah menggunakannya sesuai dengan tempatnya dan tidak menggunakan “thanks” jika masih dalam konteks penulisan bahasa Indonesia.

  1. Dalam maknanya yang kedua, lema ‘kasih’ bentuknya kata kerja. Jadi ‘menyambut pemberian’ tidak tepat sebagai makna harfiah ‘terima kasih’ karena ‘pemberian’ adalah sebuah kata benda.

    ‘terima kasih’ adalah sebuah kata majemuk yang indah sekali bagi saya. Dari satu sisi, saya melihatnya sebagai paduan sepasang kata kerja yang saling melengkapi (bisa juga kita sebut ‘bertolak belakang’). Pasangan ‘terima’ adalah ‘kasih’. Maka, bayangan saya terhadap kata ‘terima kasih’ adalah sebuah frasa yang membaurkan dua makna yang bertolak belakang namun saling melengkapi.

    Di sisi lain, jika kita ingin memaknai unsur ‘kasih’ dalam artinya yang pertama, yaitu ‘perasaan sayang’ (walau dalam benak saya kata ‘kasih’ merangkul kelindan fitur makna emotif dan sosial yang jauh lebih pelik dari sekedar ‘perasaan sayang’), kata ‘terima kasih’ dapat menciptakan bayangan semantik serupa kalimat ‘saya terima perasaan sayang darimu’. ‘perasaan sayang’ di sini dapat berbentuk perbuatan, perkataan, keadaan, dlsb. yang membuat seseorang bersyukur karena menerimanya.

    Ada ahli bahasa yang mengelompokkan ungkapan sejenis ‘terima kasih’ ini sebagai ungkapan khas dalam percakapan yang berfungsi sebagai alat pelanjut percakapan. Saya lupa istilah teknisnya (maaf). Namun, saya ingat ungkapan lain yang berfungsi sama: ‘selamat makan’, ‘selamat pagi’, ‘selamat malam’, dan ‘selamat jalan’. Kalau kita pikir-pikir, ungkapan sejenis ini “tidak bermakna”. Dalam arti, ia hanya bisa dipahami lewat fungsinya saja, bukan dari makna kata yang membangun ungkapan itu.

    Bagaimanapun juga, ‘terima kasih’ tetap indah di hati saya. Terima kasih telah menulis artikel ini, Bung Ivan. Dan, seperti biasa, salut saya buat Anda!

    Salam,

    Wahyu Ginting

    1. Ah, betul juga. Paduan kata yang bertolak belakang itu macam “tarik ulur” atau “suami istri”, ya, Bang Ginting? “Menerima rasa sayang” pun saya pikir bisa diterima sebagai makna “terima kasih”. Dalam korpus http://mcp.anu.au.edu saya menemukan bahwa bentuk yang telah dipakai sejak karya “Hikayat Raja Pasai” (1400-an) adalah “menerima kasih”. Bisa jadi memang makna “menerima rasa sayang”-lah yang dimaksud oleh nenek moyang kita dengan kata yang indah ini.

      Pak Hari (Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, 2008) memasukkan “terima kasih” ke dalam kelas kata khusus yang beliau sebut kategori fatis (phatic expression). Itukah yang Bang Ginting maksud?

  2. Ada seorang teman berkebangsaan Prancis yang sangat menyukai sejumlah kata majemuk dalam bahasa Indonesia. Menurutnya, kata-kata tersebut sangat eksotis. Contohnya: terima kasih, matahari, kupu-kupu malam, bianglala, saputangan, kacamata… Kalau dipikir-pikir, memang indah ya…

  3. Saya merasa kurang cocok dengan masuknya beberapa frasa dalam Bahasa Arab. Ada dua hal yang patut dipertanyakan. Pertama, apakah beberapa frasa ini telah diserap ke dalam Bahasa Indonesia? Kedua, apakah frasa ini dapat digolongkan ke dalam kata majemuk? Frasa “Alhamdulillah”, misalnya, adalah satu kalimat yang sempurna menurut kaidah Bahasa Arab buka sekadar kata majemuk.
    Mungkin dapa dilakukan sedikit koreksi.
    (omong-omong, kata “koreksi” sudah masuk ke dalam Bahasa Indonesia, ya?)

  4. Dear Ivan,
    Wah selama ini saya sudah menerapkan terimakasih
    Ternyata salah menurut kamu
    Bagaimana dengan adibusana
    Mohon bantuannya
    Salam kenal

    Many thanks *benar tidak? 🙂
    adi Surantha

  5. @Bang Dje: Saya kurang paham paham bahasa Arab, tapi banyak kata yang memang sudah diserap ke dalam kosakata kita, contohnya alhamdulillah dan insya Allah. Kata-kata ini diserap utuh sebagai kata dasar, bukan kata majemuk.

    @Adi: Bukan menurut saya, tapi menurut kamus bahasa Indonesia. Saya hanya sekadar menyampaikan apa yang sudah tersurat di sana. “adi-” adalah bentuk terikat, sama seperti “pasca-“, “pra-“, dll., yang, sesuai dengan namanya, ditulis terikat atau serangkai dengan kata yang diawali atau diakhirinya.

  6. Yang juga menarik adalah jawaban untuk ucapan terima kasih ini: kembali kasih. Tetapi saya sendiri sudah jarang mendengarnya. Sekarang orang lebih sering membalas dengan mengatakan “sama-sama”.

      1. Betul. Masa Uda tiada pernah mendengar? Atau mungkin memang jarang-jarang ya di sana? Di daerahku masih ada itu sampai kini, meski sudah jarang-jarang pula. Ini ucapan populer di tahun 1990-an.

  7. Terima kasih bung ivan atas penjelasannya yang sangat gamblang,
    ternyata saya selama ini salah dalam pemahaman dan acap kali menulis terimakasih 😀

  8. Assalamu`alaikum Wr.Wb Hakikat kehidupan adalah bermanfaat bagi orang lain dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi.Dengan mengucap Bismillahir rahmaannir rahiim, perkenalkanlah kami dari INTI TUNGGAL hadir bagi saudara/i, Kami merupakan lembaga non pemerintah yang bergerak dalam bidang jasa olah kebathinan, pemondokan pesantren dan pembinaan diri baik mental dan spritual.Muncul keprihatian kami dalam melihat situasi kehidupan sosial ekonomi didalam masyarakat kita pada masa sekarang ini, meningkatnya angka kemiskinan, penggangguran dan tingkat krimal sebagai akibat dari kesengajangan kehidupan sosial ekonomi yang sangat memprihatinkan.Berangkat dari permasalahan dan situasi tersebut, kami hadir melalui program kami yaitu PROGRAM “HIBAH DANA GHOIB” dengan maksud membantu saudara/i yang mengalami kesulitan ekonomi ataupun yang membutuhkan dana.

    Program tersebut merupakan program bakti sosial yang diselenggarakan oleh Majelis kami yang mana berbentuk memberikan dana berupa uang kontan bagi saudara/i yang membutuhkan.

    Dana ini diperoleh melalui media doa-doa dzikir khusus bersama anak-anak yatim/piatu dan muda/mudi pesantren kami sehingga jauh dari hal-hal klenik/mistik yang tentunya dilarang oleh Agama. Dalam program ini dengan sangat terpaksa kami mewajibkan bagi saudara/i untuk menyediakan Mahar seperti yang telah kami sebutkan dibawa, mohon maaf yang sebesar-besarnya dengan tidak bermaksud mengkomersilkan hal tersebut kami perlukan sebagai “biaya pengganti” guna penggadaan biaya transportasi antar-jemput anak-anak yatim, biaya jamuan konsumsi para undangan dzikir dan dana sedekah bagi pihak-pihak undangan tersebut. Bagi kami segenap pengurus Majelis sangat dipantangkan untuk mengambil bagian dari dana yang dimohonkan tersebut, hanya sumbangan dari Assalamu`alaikum Wr.Wb Hakikat kehidupan adalah bermanfaat bagi orang lain dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi.Dengan mengucap Bismillahir rahmaannir rahiim, perkenalkanlah kami dari INTI TUNGGAL hadir bagi saudara/i, Kami merupakan lembaga non pemerintah yang bergerak dalam bidang jasa olah kebathinan, pemondokan pesantren dan pembinaan diri baik mental dan spritual.Muncul keprihatian kami dalam melihat situasi kehidupan sosial ekonomi didalam masyarakat kita pada masa sekarang ini, meningkatnya angka kemiskinan, penggangguran dan tingkat krimal sebagai akibat dari kesengajangan kehidupan sosial ekonomi yang sangat memprihatinkan.Berangkat dari permasalahan dan situasi tersebut, kami hadir melalui program kami yaitu PROGRAM “HIBAH DANA GHOIB” dengan maksud membantu saudara/i yang mengalami kesulitan ekonomi ataupun yang membutuhkan dana.

    Program tersebut merupakan program bakti sosial yang diselenggarakan oleh Majelis kami yang mana berbentuk memberikan dana berupa uang kontan bagi saudara/i yang membutuhkan.

    Dana ini diperoleh melalui media doa-doa dzikir khusus bersama anak-anak yatim/piatu dan muda/mudi pesantren kami sehingga jauh dari hal-hal klenik/mistik yang tentunya dilarang oleh Agama. Dalam program ini dengan sangat terpaksa kami mewajibkan bagi saudara/i untuk menyediakan Mahar seperti yang telah kami sebutkan dibawa, mohon maaf yang sebesar-besarnya dengan tidak bermaksud mengkomersilkan hal tersebut kami perlukan sebagai “biaya pengganti” guna penggadaan biaya transportasi antar-jemput anak-anak yatim, biaya jamuan konsumsi para undangan dzikir dan dana sedekah bagi pihak-pihak undangan tersebut. Bagi kami segenap pengurus Majelis sangat dipantangkan untuk mengambil bagian dari dana yang dimohonkan tersebut, hanya sumbangan dari saudara/i lah yang dapat kami terima sekiranya saudara/i telah berhasil dalam memanfaat dana hibah tersebut.

    It tahi’uu mal laayas’alakum ayraw wahum – muhtasuun [a]

    Ikutilah orang yang tidak meminta upah kepadamu sedangkan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
    Akhir kata kami segenap pengurus MAJELIS INTI TUNGGAL mengucapkan “tetaplah berpengharapan, karena pada hakikatnya Allah swt tidak akan mengecewakan hamba-NYA yang meletakkan pengharapan kepada-NYA dan dibalik permasalahan pasti ada solusi dan hikmahnya.

    100% BUKAN Pesugihan, Halal, Tanpa Tumbal, Berkah, Bebas untuk semua agama, Proses 1 hari Dana langsung kami transfer Ke Rekening pribadi anda, Tanpa mengembalikan, Tidak mengurangi rejeki keturunan, dibekali juga pegangan khusus guna mempertahankan Kekayaan anda. Dana berasal dari permohonan Kepada yang maha kuasa Melalui Doa-Doa Dzikir Khusus.

    Tingkat 1: Untuk Hasil 250 Juta, Mahar Ikhlas Rp. 1.500.000
    Tingkat 2: Untuk Hasil 500 Juta, Mahar Ikhlas Rp. 2.500.000
    Tingkat 3: Untuk Hasil 1 milyar, Mahar Ikhlas Rp. 5.000.000
    Tingkat 4: Untuk Hasil 5 milyar, Mahar Ikhlas Rp. 15.000.000
    Tingkat 5: Untuk Hasil 10 Milyar, Mahar Ikhlas Rp. 35.000.000

    Syarat dan ketentuan bagi para pemohon: Umur minimal 20 tahun, bebas untuk semua Agama, memiliki nomer rekening pribadi, setiap permohonan hanya untuk satu (1) kali seumur hidup, harus menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Agama (perjudian, prostitusi, miras).

    KETENTUAN :
    Setiap pemohon diwajibkan berpikir secara arif dan bijaksana dalam memohonkan jumlah dana yang diinginkan untuk mencegah perbuatan diri ke hal yang bersifat komsumtif.
    Diwajibkan bagi saudara/i yang telah menerima dana untuk melakukan sedekah seikhlasnya pada setiap hari jum`at.

    Info lengkap:
    Hubungi: 0852-2649-8778saudara/i lah yang dapat kami terima sekiranya saudara/i telah berhasil dalam memanfaat dana hibah tersebut.

    It tahi’uu mal laayas’alakum ayraw wahum – muhtasuun [a]

    Ikutilah orang yang tidak meminta upah kepadamu sedangkan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
    Akhir kata kami segenap pengurus MAJELIS INTI TUNGGAL mengucapkan “tetaplah berpengharapan, karena pada hakikatnya Allah swt tidak akan mengecewakan hamba-NYA yang meletakkan pengharapan kepada-NYA dan dibalik permasalahan pasti ada solusi dan hikmahnya.

    100% BUKAN Pesugihan, Halal, Tanpa Tumbal, Berkah, Bebas untuk semua agama, Proses 1 hari Dana langsung kami transfer Ke Rekening pribadi anda, Tanpa mengembalikan, Tidak mengurangi rejeki keturunan, dibekali juga pegangan khusus guna mempertahankan Kekayaan anda. Dana berasal dari permohonan Kepada yang maha kuasa Melalui Doa-Doa Dzikir Khusus.

    Tingkat 1: Untuk Hasil 250 Juta, Mahar Ikhlas Rp. 1.500.000
    Tingkat 2: Untuk Hasil 500 Juta, Mahar Ikhlas Rp. 2.500.000
    Tingkat 3: Untuk Hasil 1 milyar, Mahar Ikhlas Rp. 5.000.000
    Tingkat 4: Untuk Hasil 5 milyar, Mahar Ikhlas Rp. 15.000.000
    Tingkat 5: Untuk Hasil 10 Milyar, Mahar Ikhlas Rp. 35.000.000

    Syarat dan ketentuan bagi para pemohon: Umur minimal 20 tahun, bebas untuk semua Agama, memiliki nomer rekening pribadi, setiap permohonan hanya untuk satu (1) kali seumur hidup, harus menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Agama (perjudian, prostitusi, miras).

    KETENTUAN :
    Setiap pemohon diwajibkan berpikir secara arif dan bijaksana dalam memohonkan jumlah dana yang diinginkan untuk mencegah perbuatan diri ke hal yang bersifat komsumtif.
    Diwajibkan bagi saudara/i yang telah menerima dana untuk melakukan sedekah seikhlasnya pada setiap hari jum`at.

    Info lengkap:
    Hubungi: 0852-2649-8778

  9. Sayang menarik, Uda Ivan.

    Saya punya dugaan bahwa maksud asal dari ungkapan “terima kasih” adalah “Terimalah rasa kasih dari saya”, bukan “Saya terima …”.

    Jadi, kata “terima” di situ bukan bermaksud sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh pihak pengucap, melainkan justru sebaliknya. Dan, makna “rasa kasih” di situ adalah semacam “rasa syukur” atau perasaan senang yang mencuat setelah seseorang menerima jasa atau pemberian.

    Ini sesuai dengan jawaban dari ungkapan ini. Jawaban “sama-sama” berarti pihak audiens juga turut menyampaikan rasa kasihnya dan berharap agar penyampaian itu pun diterima. Jawaban “kembali kasih” berarti pihak audiens juga turut membalas rasa kasih yang diminta untuk diterimanya itu dengan sebuah pengembalian (pembalasan) yang setimpal.

    Ini dugaan saya. Konfirmasi akan hal ini sepertinya memerlukan kajian etimologis dalam korpus-korpus klasik. Yang jelas, ungkapan ini memang sangat unik bila dibandingkan dengan ungkapan senada dalam bahasa lain. Terima kasih.

  10. Adapun penafsiran “terima kasih” sebagai “Saya terima kasih Anda”, sekilas penafsiran ini cukup kuat. Akan tetapi, menjadi kurang relevan bila ungkapan dengan tafsir sedemikian kemudian dijawab “sama-sama” apalagi “kembali kasih” sebab pihak pengucap di situ hanya menyatakan rasa penerimaan dan bukan memberikan atau mengembalikan apa-apa.

    Ini bila memang ungkapan tersebut secara orisinalnya punya jawaban. Bisa jadi pula, jawaban “sama-sama” ataupun “kembali kasih” itu baru tercetus belakangan ketika ungkapan “terima kasih” dirasa kurang pantas bila tidak dibalas dengan apapun.

Tinggalkan komentar