Dunia pendidikan kita mengenal istilah “strata” (jalur akademis) dan “diploma” (jalur profesional) untuk jenjang pendidikan. Kedua istilah ini masing-masing disingkat menjadi “S” dan “D” dan diikuti oleh angka yang menunjukkan jenjangnya. Sayangnya, penulisan singkatan yang diikuti oleh angka ini belum seragam. Ada yang menulis dengan tanda hubung, misalnya “S-2”, dan ada yang tidak, misalnya “S2”.
Pedoman EyD tidak secara spesifik memberikan aturan tentang masalah ini. Namun, dalam keterangan tentang tanda hubung, pedoman ini menyebutkan bahwa tanda hubung antara lain berfungsi untuk merangkaikan (1) kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital, misalnya hari-H, (2) “ke-” dengan angka, misalnya peringkat ke-3, dan (3) angka dengan “-an”, misalnya dasawarsa 2010-an. Ketiga kaidah tersebut menunjukkan bahwa
tanda hubung digunakan untuk merangkaikan singkatan berhuruf kapital maupun angka dengan unsur lain yang tidak sejenis.
Sesuai dengan kaidah-kaidah tersebut, singkatan untuk jenjang akademis strata dua (magister) lebih tepat ditulis dengan tanda hubung: “S-2”. Pada singkatan itu, huruf “S” merupakan singkatan berhuruf kapital, sedangkan “2” adalah angka. Keduanya merupakan unsur yang tidak sejenis yang memerlukan tanda hubung sebagai perangkai. Jadi, penulisan singkatan yang benar adalah “S-1” sampai “S-3” dan “D-1” sampai “D-4”.
Kaidah yang berbeda diterapkan untuk singkatan yang menggunakan angka sebagai pelambang jumlah huruf yang sama, seperti “P3K” untuk Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Angka dalam singkatan seperti ini tetap melambangkan unsur yang sejenis dan berulang. Dalam contoh “P3K”, angka “3” melambangkan jumlah huruf “P” dalam singkatan (sejenis) sehingga tidak perlu ditulis “P-3-K”.
Tulisan ini pertama kali diterbitkan dalam Majalah Intisari edisi Januari 2012. Rujukan: Buku Praktis Bahasa Indonesia 2. Sumber gambar: Telecotreco.
Terlihat ‘sepele’ namun sangat bermanfaat!
Terimakasih ya 🙂
demikian adanya dan terlihat, terbaca dengan nyaman klo betul ya … info yg baik
Horeee, saya dah baca versi majalah cetaknya. Terkejut dan senang lihat tulisan Ivan di Intisari. Besok-besok bikin yang lebih panjang lagi ya…. 🙂
Apa ini merupakan salah bentuk ketidak konsistenan bahasa Indonesia? salam.
P3K bukan Pertolongan Pertama Pada Kedua … 🙂 (just kidding) …
Benar. Mestinya memang S-2. Tapi ada salah kaprah bisa timbul bahwasanya justru “S-2” ini adalah singkatan dari suatu kata berawalan “S” yang berulang. Ini sepertinya masih merujuk pada gaya bahasa dahulu yang sering menambahkan angka 2 untuk kata-kata berulang seperti “tawa-2 membahana” yang kemudian jadi biasa disingkat juga menjadi “tawa2”. Bakunya memang mesti S-2 sih itu 😕
@inge: Sama-sama.
@suryadi: Sayangnya, ruang yang disediakan rubrik bahasa Intisari memang minim: hanya 300-400 kata.
@die: Bisa, tapi menurut saya mungkin lebih baik ini dianggap sebagai dinamika bahasa. Hal ini lazim ditemukan dalam semua bahasa. Kalau hal ini kita sebut “ketidakkonsistenan”, lalu apa nasib “irregular verbs” dalam bahasa Inggris?
@BangDje: Haha. Itu pelajaran berhitung?
@Alex: Komentarmu membuatku pening 😀
Ilmu buat saya! 😀
Salam kenal Mas Ivan Lanin…
Saya sudah membaca artikel ini di majalah Intisari. Kebingungan saya tentang penulisan S-1 dan D-3 yang benar terjawab sudah…
Terkesan sepele tapi cukup mencerahkan… hehe…
Terima kasih.
Yang boleh ngotot pakai S2 adalah lulusan fakultas sastra; bergelar S.S. (Sarjana Sastra)
Hahahaha … kelakar.
Aturan di dalam EYD memang menjelaskan bahwa tanda hubung digunakan untuk merangkaikan huruf dan angka, misalnya, kedua (ke-2) atau dua puluhan (20-an). Akan tetapi, Mas, bukankah ‘ke-‘ dan ‘-an’ (sebagai imbuhan) memang ditulis serangkai jika penulisannya menggunakan huruf, sedangkan ‘strata satu’ adalah dua kata yang terpisah, lalu bagaimana dengan penyingkatan formula 1? apakah penyingkatannya menjadi F 1 atau F-1?
mohon pencerahannya.