Bagi para pengguna aplikasi pengolah kata, istilah superscript dan subscript sudah akrab digunakan sehari-hari. Kedua istilah ini merujuk pada angka, huruf, atau simbol yang berukuran lebih kecil dari ukuran normal dan terletak sedikit di atas atau di bawah garis dasar; superscript terletak di sebelah atas sedangkan subscript di sebelah bawah. Superscript dan subscript biasanya digunakan dalam rumus atau persamaan matematika, rumus kimia, dll. Contoh superscript adalah angka tiga pada 103, sedangkan angka dua pada CO2 adalah contoh subscript. Kedua kata dalam bahasa Inggris ini masing-masing berasal dari penggabungan prefiks bahasa Latin super- (di atas) dan sub- (di bawah) dengan kata scrīptus (ditulis atau tertulis).
Dalam praktik sehari-hari, banyak orang yang memadankan kedua istilah ini ke dalam bahasa Indonesia hanya dengan cara menyesuaikan ejaan dan lafalnya menjadi superskrip dan subskrip. Meskipun sah-sah saja, harap diingat bahwa menurut Pedoman Umum Pembentukan Istilah, cara ini merupakan cara paling dasar untuk pembentukan istilah dan hanya dilakukan jika cara-cara lain gagal membentuk istilah yang berterima.
Tika atas dan tika bawah adalah istilah yang dicantumkan oleh Pusat Bahasa dalam KBBI IV, masing-masing sebagai padanan superscript dan subscript. Kata tika diambil dari bahasa Kawi yang berarti huruf sedangkan kata atas dan bawah tentunya menggambarkan posisi angka, huruf, atau simbol tersebut.
Yang menarik adalah ternyata sebenarnya Adjat Sakri— pemerhati bahasa dari Penerbit ITB, orang yang pertama mencoba memadankan kedua istilah ini–pernah mengusulkan dua istilah yang lebih ringkas dan berima, yaitu tikatas untuk superscript dan tikalas untuk subscript.
Seperti halnya pemadanan lainnya, waktulah yang akan menentukan mana pasangan yang lebih berterima dan digunakan luas, tika atas dan tika bawah atau tikatas dan tikalas. Yang jelas, tikabanget sudah sangat berterima saat ini.
Pertama kali dimuat di detikinet, 21 Des 2009. Sumber ilustrasi: Wikipedia.
Kalau dari bahasa latinnya sendiri scrīptus yang berarti ditulis atau tertulis, mengapa mereka memutuskan ‘tika’ yang dari bahasa Kawi berarti huruf? Apakah tidak ada pikiran untuk mencari padanan yang memiliki arti yang sama atau sangat dekat dengan ‘scrīptus’?
Lagipula, rujukan kedua istilah superscript dan subscript adalah angka, huruf, atau simbol. Apa alasan mereka memutuskan ‘tika’ yang hanya berarti ‘huruf’ dalam bahasa Kawi sebagai padanan untuk ‘script’?
Hehehe… 😀 Apa sih kok bawa2 TikaBanget™ segala ?
Inilah bukti kekomenian Pusat Bahasa. Buku Adjat Sakri yang memuat “tikatas” dan “tikalas” sudah diterbitkan pada tahun 1983 dan pada tahun 2009(?) yakni 26 tahun kemudian diperkenalkan lagi saingannya “tika atas” dan “tika bawah”; ke mana pergi rasa menghormati para ayatolah di Pusat Bahasa kepada Adjat Sakri yang telah puluhan tahun lalu memeras otak untuk mencari kedua padanan tersebut? Kemudian yang mereka tawarkan (“tika atas” juga akhirnya akan dilafalkan “tikatas” dan hanya siswa esde yang baru belajar membacalah yang akan melafalkan “tika’atas” (pakai “ain”). Jadi untuk apa?
Hargailah orang lain agar kita dihargai oleh orang lain pula.
Tambahan, bagi yang membutuhkan Adjat Sakri telah memeras otak untuk mendapatkan:
accessor\y (lengkapan); apparatus (radas); appliance (peranti; device (gawai); equipment (perlengkapan); gadget (acang); gauge (sukat); instrument (alat); instrumentation (peralatan); instrument (alat); meter (meter; alat ukur); tool (perkakas); utensil (perabot); glossary (takarir).
Kemudian,
borhan: tekaman berupa karya cetak, fotokopi, atau bentuk lain untuk perbaikan atau pembetulan nas oleh penulis, penyunting, atau korektor.
cetak lepas: karya cetak sebuah artikel dari suatu majalah ilmiah untuk dihadiahkan kepada penulisnya,.
gaya selingkung (jangan baca: gaya selingkuH): seperangkat aturan yang diikuti oleh sebuah penerbit untuk memelihara ketaatasasan ejaan dan unsur kebahasaan yang lain,.
halaman pacir: halaman paling depan sebuah buku yang memuat judl buku tersebut.
patra: lembaran naskah yang berbeda dengan HELAI buku karena patra ini hanya memuat nas pada satu halaman saja.
penjelas: keterangan gambar
petutur: keterangan yang terdapat pada gambar yang biasanya dihubungkan oleh tanda panah ke bagian yang diterangkan.
sanwacana: tulisan dalam buku yang memuat icapan terima kasih atau penghargaan pengarang kepada penerbit.
teraan: halaman yang memuat hakcipta (sebagian penerbit menyebutnya halaman hakcipta).
wara: tulisan yang memberi keterangan kepada calon pembaca tentang isi buku; biasanya dimuat pada sarung buku.
Dan masih banyak lagi kosakata yang berkaitan dengan penerbitan.
Sekali lagi marilah kita hargai jerih payah orang-orang terdahulu; tanpa perlu mempertanyakan etimologi, dan lain tetek bengek kebahasaan karena kita juga sejujurnya tidak pernah mengapa bagian yang menonjol di muka berlubang dua tempat keluar masuknya udara pernapasan manusia sebagai HIDUNG.
Salam,
Zul
Terima kasih atas infonya, Pak. Saya punya beberapa buku Pak Adjat seperti “Bangun Kalimat BI” dan “Ilmuwan dan BI” dan memang banyak sekali kata-kata baru yang digunakan oleh beliau di sana. Sayang sekali kalau tidak digunakan lagi.
Ada baiknya, kalau berkesempatan, untuk menggali sejumlah kata yang ada dalam kedua buku ini untuk Anda masukkan ke dalam takarir (glossary) kita. Sebelumnya diucapkan terima kasih.
Owh, begitu ceritanya ya. Nice info gan. Kalau begitu saya pilih tikatas dan tikalas aja deh.
Hahaha, tikabanget!
Lanjutkan mas…
kami sangat dukung sekali!
Salam kenal.
Menunggu mba tika dan mau mengucapkan selamat karena brand namenya sudah berterima :))
udah jorok aja saya dengan istilah Tika atas Tika bawah hehehe..
Saya sangat mengagumi Mas Ivan lanin muli detik ini. Penulis Wikipedia dan pendukung Creative Commons. Keren!