Majalah Tempo Edisi Khusus Akhir Tahun 2009 menurunkan tulisan dari Jajang C. Noer bertajuk “Prosesi dan Upacara” yang membahas mengenai beberapa kesalahkaprahan dalam penggunaan kata bahasa Indonesia. Kiriman tautan artikel tersebut oleh Mas Pujiono membuat saya tergelitik untuk berkomentar.
Prosesi
Menurut KBBI daring, prosesi adalah
pawai khidmat (perarakan) dl upacara kegerejaan (perkawinan dsb).
Jadi memang benar bahwa makna prosesi hanya dibatasi pada perarakan dan bukan seluruh rangkaian upacara. Kata ini diserap dari kata bahasa Latin processio yang juga bermakna perarakan (keagamaan).
Kesalahkaprahan yang terjadi di kalangan masyarakat memang mungkin karena ketidakpahaman terhadap makna kata ini yang sebenarnya sudah jelas diuraikan di KBBI.
Konsepsi
Kata conception dalam bahasa Inggris memang memiliki beberapa makna, antara lain yang disebutkan di artikel tersebut, yaitu fertilisasi. Namun, ada makna lain dari conception, yaitu a notion; idea; concept. Dalam KBBI-pun disebutkan bahwa makna konsepsi adalah
1 pengertian; pendapat (paham); 2 rancangan (cita-cita dsb) yg telah ada dl pikiran; 3 Bio percampuran antara inti sel jantan dan inti sel betina; pembuahan benih
Jadi, pernyataan mahasiswa atau anggota panitia berupa “Ini, Bu, konsepsi-nya”, sebenarnya sudah sesuai dengan makna pertama atau kedua dari kata konsepsi menurut KBBI.
Nominator
Tentang nominator, saya tidak tahu siapa yang salah. Yang jelas, KBBI memuat lema nominator, nomine (dengan satu e), dan nominasi yang masing-masing bermakna:
nominator n orang yg mencalonkan (mengunggulkan)
nomine n orang yg dicalonkan (diunggulkan)
nominasi n 1 pengusulan atau pengangkatan sbg calon; pencalonan: — lurah akan diumumkan pd bulan depan; 2 yg dicalonkan: ia tak termasuk dl –;
Jadi KBBI memang tidak pernah merujuk nominator sebagai “orang yang dicalonkan menerima penghargaan.” Kata nominasi bisa digunakan untuk merujuk pada keadaan atau kondisi sedang dicalonkan menjadi nomine.
Xenoglosofilia
Memang banyak terjadi salah kaprah dalam penggunaan kata di masyarakat. Dalam menganalisis kesalahkaprahan ini, sebaiknya gunakan juga kamus bahasa Indonesia sebagai acuan dan juga harus diwaspadai adanya kemungkinan homonimi.
Saya setuju bahwa salah satu penyebab salah kaprah adalah keinginan untuk menggantikan suatu kata bahasa Indonesia dengan bahasa asing karena dirasa lebih keren. Gejala ini, mungkin sesuai dengan apa yang oleh Pak Hipyan disebut dengan xenoglosifilia yaitu suatu kecenderungan menggunakan kata-kata yang aneh atau asing terutama dengan cara yang tidak wajar.
Eh, tapi, dengan menggunakan istilah ini, bukankah berarti saya mengidap gejala yang sama ya?
salam sukses selalu…. 🙂
Ternyata ini semacam penyakit ya? Seperti phedophilia? :-p
Dari asal katanya, φιλία (philia), sebenarnya artinya “saya cinta”. Tapi memang kalau terlalu cinta sesuatu akhirnya jadi penyakit atau kelainan.