Mau tahu cara mutakhir nan ampuh untuk mencari jawaban suatu pertanyaan? Tuliskan pertanyaan tersebut sebagai status di Facebook, Twitter, Plurk, atau berbagai jejaring sosial lain yang menyediakan fitur pembaruan status.
Ingin tahu tren berita terbaru tanpa perlu membaca koran atau majalah? Lihat saja tren status teman-teman Anda di situs-situs jejaring sosial tersebut.
James Surowiecki dalam bukunya The Wisdom of Crowds (2004) memberikan suatu tesis tentang fenomena ini. Menurutnya, agregasi informasi yang menghasilkan suatu keputusan atau kesimpulan dari khalayak atau orang banyak (crowd) seringkali lebih arif dibandingkan yang dihasilkan oleh masing-masing individu dalam kelompok tersebut.
Tentu saja tesis ini tidak selalu benar. Kerumunan masyarakat yang sedang marah atau memprotes sesuatu, misalnya, alih-alih menjadi lebih arif dibandingkan masing-masing individunya, malah dapat menimbulkan akibat yang merusak. Perlu diwaspadai juga kemungkinan timbulnya riam informasi (information cascade) yang malah dapat menyesatkan.
Ada empat elemen penting yang menurut Surowiecki diperlukan untuk menghasilkan kearifan khalayak, yaitu diversifikasi, independensi, desentralisasi, dan agregasi.
Diversifikasi diperlukan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin keping informasi. Independensi dibutuhkan agar masing-masing orang menaruh perhatian hanya pada informasi mereka tanpa peduli pikiran orang lain. Desentralisasi harus ada supaya tak ada orang yang mendikte jawaban orang lain. Dan terakhir, perlu ada suatu metode agregasi untuk menyimpulkan semua pendapat menjadi satu simpulan kolektif.
Pemanfaatan kearifan khalayak merupakan salah satu ciri dari apa yang disebut dengan Web 2.0. Situs-situs blog, wiki, dan jejaring sosial merupakan sarana untuk memperoleh informasi yang beragam, independen, dan terdesentralisasi. Tentunya elemen terpenting yang diserahkan kembali kepada khalayak atau individu adalah metode agregasi untuk menyimpulkan semua derau informasi tersebut. “Derau adalah pesan,” demikian ujar suatu tao.
Dengan tidak bermaksud melebih-lebihkan, Wikipedia sebenarnya telah menerapkan kearifan khalayak dengan mengizinkan semua orang untuk berkontribusi pada suatu artikel sejak tahun 2001, lho!
Bagus Van, tetapi jika kita acuannya pada comments di web detik dan kompas yg penuh dengan perkataan-perkataan yang tidak sepantasnya terhadap suatu masalah.. apa bisa disimpulkan in general Indonesian crowd digambarkan not wise?? … or may be not matured yer 😉
Mungkin perlu di research terlebih dahulu kali ya klasifikasi dan kategori berdasarkan umur dan ‘awareness’ dari pada para pengakses internet kali ya.. biar tingkat thesis fenomena ini Surowiecki bisa lebih precise 😉
artikel yang menginspirasi… salam kenal mas ivan lanin!
*ngubek2 soalnya nyari polisi EYD kok udah gak ada lagi yaa*
orang Indonesia esti arif2 dong ya..